DAMPAK MEDIA SOSIAL TERHADAP KEHIDUPAN
PENGANTAR WEB SCIENCE
DAMPAK MEDIA SOSIAL
TERHADAP KEHIDUPAN
DISUSUN OLEH :
Gema Kurnia Ramadhan (50420512)
KELAS 2IA16
15 JULI 2022
TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS GUNADARMA
LATAR BELAKANG
Tiga
milliar orang, sekitar 40% populasi dunia, menggunakan media sosial- dan
menurut sejumlah laporan, kita menghabiskan rata-rata dua jam setiap hari untuk
membagikan, menyukai, menulis cuitan dan memperbaharui perangkat ini. Artinya
sekitar setengah juta cuitan dan foto Snapchat dibagikan setiap menit.
Ketika
media sosial memiliki peran besar terhadap kehidupan kita, apakah kita dapat
mengorbankan kesehatan dan kesejahteraan jiwa serta waktu kita? Apa sesungguhya
bukti yang ditemukan?
Media
sosial: Ketergantungan yang 'lebih parah daripada alkohol atau narkoba'
Bagaimana
ponsel pintar dan media sosial mengubah umat Kristen?
Persekusi
media sosial 2017: korban 105 orang, beberapa orang kehilangan pekerjaan
TUJUAN
Membuktikan
bahwa media sosial berdampak pada kehidupan jika ditinjau dari Suasana hati
(cemas, kesepian), Pola tidur, Kepercayaan diri, Relationship, Kecanduan.
DASAR
TEORI
a. Dampak
Definisi/arti kata
'dampak' di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah n 1 benturan; 2 pengaruh
kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif
b. Media
Sosial
Menurut
Wikipedia, Media sosial atau sering juga disebut sebagai sosial media adalah
platform digital yang memfasilitasi penggunanya untuk saling berkomunikasi atau
membagikan konten berupa tulisan, foto, video dan merupakan platform digital
yang menyediakan fasilitas untuk melakukan aktivitas sosial bagi setiap
penggunanya. Media sosial juga merupakan sebuah sarana untuk bersosialisasi
satu sama lain dan dilakukan secara daring yang memungkinkan manusia untuk
saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu.
c. Dampak
sosial media terhadap kehidupan
1. Suasana
Hati
Pada
2014, peneliti di Austria menemukan bahwa mood atau suasana hati para responden
mereka lebih rendah setelah menggunakan Facebook selama 20 menit dibandingkan
mereka yang hanya berselancar di internet. Studi menunjukkan bahwa orang merasa
seperti itu karena mereka melihat hal itu membuang waktu. Suasana hati yang
baik atau buruk juga menyebar antar orang di media sosial, menurut peneliti
dari Universitas California, yang menilai konten emosional dari lebih satu
milliar unggahan status dari lebih 100 juta pengguna Facebook antara 2009 dan
2012
Cuaca
buruk meningkatkan jumlah unggahan negatif sampai 1%, dan peneliti menemukan
bahwa satu unggahan negatif seseorang di kota yang sering diguyur hujan
mempengaruhi 1,3 postingan negatif lainnya dari handai taulan yang tinggal di
kota yang panas. Berita baiknya adalah unggahan yang menyenangkan memiliki
pengaruh yang lebih kuat; masing-masing menginspirasi lebih dari 1,75 unggahan
ceria. Apakah sebuah unggahan bahagia dapat mendorong meningkatkan suasana
hati, masih belum jelas juga.
KECEMASAN
Para
peneliti mengkaji kecemasan yang disebabkan media sosial, ditandai dengan
perasaan gelisah dan khawatir, dan susah tidur dan berkonsentrasi. Sebuah studi
yang dipublikasikan dalam jurnal Computers and Human Behaviour menemukan bahwa
orang-orang yang menggunakan tujuh atau lebih jenis media sosial bisa menderita
tiga kali atau lebih gejala kecemasan dibandingkan mereka yang hanya
menggunakan 0-2 media sosial.
Masih
tak jelas jika dan bagaimana media sosial menyebabkan kegelisahan. Peneliti
dari Universitas Babes-Bolyai di Romania mengkaji penelitian yang sudah ada
mengenai hubungan antara kecemasan sosial dan jejaring sosial pada 2016, dan
hasilnya masih beragam. Mereka menyimpulkan bahwa dibutuhkan penelitian lebih
jauh.
2. Pola
Tidur
Dulu
manusia menghabiskan waktu mereka di malam hari dalam kegelapan, namun kita
kita dikelilingi dengan pencahayaan buatan sepanjang siang dan malam hari. Para
peneliti telah menemukan bahwa cahaya buatan ini dapat menghambat produksi
hormon melatonin pada tubuh yang memudahkan untuk tidur. Dan cahaya biru, yang
dipancarkan layar telepon pintar dan laptop dianggap sebagai biang keladinya.
Dengan kata lain, jika Anda berbaring di atas bantal pada malam hari dengan
mengecek Facebook dan Twitter, tidur Anda akan gelisah.
Tahun
lalu, para peneliti dari Universitas Pittsburgh bertanya pada 1.700 orang
dengan rentang usia 18- sampai 30-tahun mengenai kebiasaan menggunakan media
sosial dan tidur mereka. Para peneliti menemukan sebuah kaitan gangguan tidur -
dan menyimpulkan cahaya biru merupakan salah satu penyebabnya. Seberapa sering
mereka login, dan bukan brapa waktu yang dihabiskan di situs media sosial,
diperkirakan merupakan penyebab dari gangguan tidur, yang menunjukkan sebuah
sikap "pengecekan (media sosial) yang obsesif", seperti dijelaskan
oleh peneliti.
Para
peneliti mengatakan masalah ini dapat disebabkan oleh gairah psikologis sebelum
tidur, dan cahaya terang dari perangkat kita dapat menghambat ritme. Tetapi
mereka tak dapat memastikan apakah media sosial menyebabkan gangguan tidur,
atau apakah mereka yang terganggu tidurnya menghabiskan waktu lebih lama di
media sosial.
3. Kepercayaan
Diri
Majalah
perempuan dan penggunaan model dengan berat badan rendah dan foto yang diedit
sejak dulu disebut mengacau-balaukan kepercayaan diri perempuan muda. Namun
saat ini, media sosial dengan filter dan pencahayaan serta sudut pengambilan
gambar yang cerdas, menjadi perhatian para aktivis. Situs media sosial membuat
separuh penggunanya merasa tidak puas, menurut survei yang melibatkan 1.500
orang oleh sebuah badan pendukung kaum disabilitas, Scope. Dan separuh dari
orang berusia 18-34 tahun mengatakan hal itu membuat mereka merasa tidak menarik.
Sebuah studi yang dilakukan pada 2016 lalu di Penn State University menunjukkan
bahwa melihat swafoto seseorang menurunkan kepercayaan diri, karena para
pengguna membandingkan diri mereka dengan foto orang yang tampak paling
bahagia. Para peneliti dari Universitas Strathclyde, Universitas Ohio dan
Universitas Iowa juga menemukan bahwa perempuan membandingkan dirinya secara
negatif terhadap swafoto perempuan lain.
4. Kecanduan
Meskipun
pendapat dari sejumlah peneliti menyebutkan bahwa menulis cuitan mungkin lebih
sulit dicegah dibandingkan dengan rokok dan alcohol, kecanduan media sosial
tidak termasuk dalam diagnosa manual untuk gangguan kesehatan mental.
Disebutkan, media sosial berubah lebih cepat dari yang dapat ikuti oleh para
ilmuwan, jadi berbagai kelompok berupaya untuk melakukan studi perilaku
kompulsif terkait dengan penggunaannya- sebagai contoh ilmuwan dari Belanda
telah membuat skala mereka sendiri untuk mengidentifikasi kemungkinan
kecanduan. Dan jika kecanduan media sosial memang ada, itu akan merupakan
sebuah tipe kecanduan internet- dan itu tergolong merupakan sebuah gangguan
(kesehatan). Pada 2011, Daria Kuss dan Mark Griffiths dari Universitas
Nottingham Trent di Inggris menganalisa 43 studi sebelumnya yang mengkaji
masalah tersebut, dan menyimpulkan bahwa kecanduan media sosial merupakan
gangguan mental yang "mungkin" membutuhkan perawatan profesional. Mereka
menemukan bahwa penggunaan berlebihan berkaitan dengan adanya masalah dalam
hubungan, pencapaian akademik buruk dan kurang berpartisipasi dalam komunitas
yang tidak terkait dengan internet. Disimpulkan pula bahwa mereka yang lebih
rentan terhadap kecanduan media sosial antara lain mereka yang memiliki
ketergantungan pada alkohol, orang yang sangat tertutup, dan mereka yang
menggunakan media sosial sebagai kompensasi karena kurangnya hubungan pada
kehidupan nyata.
5. Relationship
Jika
Anda pernah berbicara dengan seorang teman yang tengah mengecek Instagramnya
melalui telepon genggamnya, Anda mungkin bertanya-tanya apa akibat media sosial
terhadap hubungan orang. Bahkan kehadiran telepon dapat menganggu interaksi
kita, terutama ketika kita berbicara mengenai sesuatu yang penting, menurut
sebuah studi terbatas. Para peneliti yang menulis dalam Journal of Social and
Personal Relationships, menugaskan 34 pasangan yang tak saling kenal agar
melakukan percakapan selama 10 menit mengenai sebuah peristiwa menarik yang
terjadi pada mereka baru-baru ini. Masing-masing pasangannya duduk di dalam
sebuah bilik, dan separuh dari mereka menaruh telepon genggamnya di atas meja. Mereka
yang sering mengintip telepon genggam kurang meyakinkan ketika diminta
mengingat interaksi mereka, melakukan percakapan yang kurang berarti dan
dilaporkan merasa kurang dekat dengan mitra mereka dibandingkan dengan orang
lain yang memiliki buku catatan di atas mejanya. Hubungan romatis juga tidak
kebal. Peneliti di Universitas Guelph di Kanada melakukan survei pada 300 orang
berusia 17-24 tahun pada 2009 lalu mengenai apakah ada kecemburuan ketika
menggunakan Facebook. Pertanyaannya antara lain, 'Seberapa besar Anda merasa
cemburu setelah pasangan Anda menambah teman lawan jenis yang tidak dikenal?'. Perempuan
menghabiskan lebih banyak waktu di Facebook dibandingkan laki-laki, dan secara
signifikan lebih merasa cemburu ketika mengaksesnya. Para peneliti menyimpulkan
mereka "merasa lingkungan Facebook menciptakan perasaan tersebut dan
meningkatkan kekhawatiran mengenai kualitas hubungan mereka".
KESIMPULAN
Tidak
dapat dipungkiri bahwa media sosial mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan
seseorang. Seseorang yang awalnya kecil bisa menjadi besar dengan media sosial,
atau sebaliknya. Sangat jelas bahwa belum cukup bahan untuk
menarik kesimpulan yang kuat. Bagaimanapun, bukti-bukti menunjuk pada satu
arah: media sosial mempengaruhi orang secara berbeda, tergantung pada kondisi
dan kepribadian yang sudah ada sebelumnya. Seperti makanan, judi dan banyak
godaan lainnya di zaman modern, mungkin bagi sejumlah individu tidak disarankan
penggunaan berlebihan. Namun di saat yang sama, bisa juga salah mengatakan
bahwa media sosial secara universal merupakan sesuatu yang buruk, karena jelas
membawa juga banyak manfaat bagi kehidupan kita.
Daftar
Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Media_sosial
https://www.bbc.com/indonesia/vert-fut-42679432
https://id.wikipedia.org/wiki/Media_sosial
Komentar
Posting Komentar